Signifikansi Pendidikan Kristen

Pdt. Sutjipto Subeno

Jember, 11-12 September 2008

 

   
1.

 

Ketika saya bertanya apakah pelayanan ini berkenan dan menyenangkan hati Tuhan, bagaimana caranya mendengar jawaban-Nya? Bagaimana caranya tahu ini kehendaknya Allah atau kehendak saya sendiri? (Christina, Jember).

Banyak orang mengharapkan Tuhan menjawab menurut cara yang ia inginkan. Namun, Tuhan sudah memberikan cara kepada manusia untuk mengerti kehendak-Nya secara lebih konsisten dan mendalam. Tuhan tidak ingin kita menjadi seperti anak kecil yang nantinya setiap hal harus bertanya dan tidak pernah tahu apa yang harus kita kerjakan. Kita tidak pernah perlu bertanya, Apakah pagi ini saya harus bangun? Apakah pagi ini saya harus mandi atau gosok gigi? Apakah pagi ini saya harus sarapan? Mengapa? Karena kita sudah mengerti prinsip hidup yang umum. Terkecuali jika ada hal-hal yang sangat khusus, sehingga kita memerlukan pertimbangan khusus juga.

Ketika kita melayani Tuhan, Tuhan sudah memberikan firman, dan dari situ kita mengerti prinsip-prinsip umum pelayanan. Misalnya, pelayanan yang dilakukan dengan motivasi ganda sangat Tuhan tidak suka. Tuhan ingin kita mengerjakan pelayanan dengan hati yang suci, motivasi yang murni, karena kita harus hidup kudus seperti Tuhan sendiri kudus adanya. Tuhan juga ingin kita melayani bukan berdasarkan kehendak kita, tetapi kehendak-Nya. Berarti kita harus mencurigai setiap pelayanan dimana kita menginginkan atau senang sekali mengerjakan hal itu. Jika kita “berbeban” dalam pelayanan, berarti itu bukan yang kita suka. Kalau kita suka, kita tidak merasa sebagai “beban berat.” Beban menjadi beban jika kita tidak suka tetapi harus melakukannya. Dan kita rela melakukannya dengan kesungguhan hati demi menyenangkan hati Tuhan. Nah, kalau kita mengerjakan pelayanan seperti ini, tentu Tuhan menghendaki. Untuk kita lebih spesifik melihat pimpinan Tuhan dalam pelayanan, kita bisa menggumulkan beberapa hal: 1) Seberapa jauh kita memilik komitmen untuk hidup bagi Tuhan, setia pada firman dan kerelaan berkorban bagi Tuhan? Kalau kita melayani sekedar karena kita ingin mendapat sesuatu atau tidak rela dirugikan atau berkorban, kita harus waspada. 2) Seberapa jauh, pelayanan itu mendatangkan buah dan sungguh-sungguh mengembangkan talenta-talenta yang Tuhan berikan kepada kita (walaupun sebelumnya kita tidak tahu atau sadar bahwa kita memiliki talenta tersebut). Kalau tidak ada talenta yang diperkembangkan lebih baik dan semakin tajam, maka kita perlu waspada. 3) Bagaimana tanggapan dari orang-orang yang sungguh cinta Tuhan dan juga bersungguh dalam pelayanan? Jika mereka mengkonfirmasikan pelayanan kita, maka kita bisa melihat bahwa Tuhan memang memimpin kita, tetapi jika tidak ada yang mengkonfirmasikan, bahkan cenderung melihat negatif, kita perlu waspada. 4) Seberapa murni motivasi kita dan tidak ada manfaat-manfaat yang kita tarik demi kepentingan kita sendiri? Kalau banyak hal akhirnya hanya menguntungkan kita, sekalipun ada dampak dan dapat dipandang sebagai pelayanan, maka kita harus waspada. Kiranya kita bisa semakin mengevaluasi semua pelayanan kita, agar kita dipakai Tuhan untuk mengerjakan pekerjaan-Nya.

 

2.

 

“Tidak ada hak bagi Hamba Kebenaran.” Bagaimana dengan orang yang “yes-man”? (Christina, Jember)

Status “hamba” atau “budak” (Yun: doulos), adalah seorang yang tidak punya hak sama sekali, karena ia dibeli oleh tuannya dan menjadi milik tuannya. Dalam relasi dengan Allah, seorang sebenarnya memang harus menjadi seorang yang “yes-man” karena Allah mengatur yang terbaik bagi manusia. Seharusnya manusia taat penuh pada apa yang Allah atur dan kehendaki tanpa perlu mempertanyakan, meragukan atau membantah. Namun, akan sangat berbeda bila sikap “yes man” dikenakan pada manusia, karena tuannya seringkali justru berbuat dosa, dan sebagai bawahan kita sepenuhnya mendukung perbuatan dosa tuan kita. Ini sikap yang justru berdosa. Seorang “yes man” akan sangat baik jika ia mengerjakan dengan semangat tinggi bukan sekedar taat dan mengerjakan sekedarnya. Seorang “yes man” kepada Allah adalah seorang yang sungguh taat dan mengerjakan seluruh tugas dengan sepenuh hati. Inilah hamba yang setia. Inilah hamba yang Allah berkenan. Bolehkah kita menjadi hamba kebenaran dan menjadi hamba Allah sedemikian?